Menanti Ketegasan Pemerintah untuk Subsidi BBM yang Berkeadilan

Assalammualaikum wr.wb. Masih ingat kejadian sewaktu harga BBM naik?? Issue Bahan Bakar Minyak naik sudah terdengar beberapa hari sebelumhya, semua masyarakat berbondong-bondong rela antri demi mendapatkan harga Bahan Bakar Minyak harga lama sebelum dinaikkan esok harinya.

Yang memiliki mobil lebih dari 1 langsung mengisi penuh tanki semua mobilnya.

Padahal, Bahan Bakar Minyak itu bukan kebutuhan yang sekali pakai, tapi menjadi kebutuhan yang rutin yang tidak akan berpengaruh juga jika kita antri demi mendapatkan harga lama BBM karena setelah BBM habis kita tetap saja harus membeli BBM dengan harga baru.

Mindset harga murah ini menjadi pertimbangan Masyarakat Indonesia pada umumnya untuk membeli suatu produk. Untuk itulah promo-promo di e-commerce gencar diberikan untuk menarik minat masyarakat membeli produknya. Tak terkecuali BBM, masyarakat kebanyakan lebih memilih BBM dengan harga murah dibandingkan membeli BBM dengan harga sedikit mahal tapi kualitas premium.

Pola pikir ini yang harus diubah masyarakat terutama dalam penggunaan BBM karena ketika sudah terpatri mindset “Murah” mereka tidak lagi memperdulikan kualitas, bahkan tak segan-segan mengambil hak orang yang seharusnya mendapatkan BBM bersubsidi.

BBM Harga Murah VS BBM Ramah Lingkungan

Saya pribadi menggunakan BBM Pertamax untuk kebutuhan bahan bakar mobil pribadi sudah sejak masih ada BBM Premium di pasaran.

Dahulu masih ada bahan bakar jenis Premium, yang kemudian disosialisasikan program oleh Pertamina untuk menarik minat masyarakat agar bertahap beralih ke Pertalite.

Pada akhirnya bahan bakar jenis Premium pun ditiadakan oleh Pemerintah dan masyarakat beralih ke Pertalite. Ketika masyarakat sudah nyaman menggunakan Pertalite, kini masyarakat pun harus menerima kenyataan untuk dengan kesadaran tinggi beralih ke Bahan Bakar jenis Pertamax agar menciptakan Lingkungan yang lebih sehat karena Pertamax lebih ramah lingkungan.

Berbagai upaya pemerintah untuk menarik minat masyarakat agar beralih ke Bahan bakar ramah lingkungan pun sudah dilakukan, himbauan, talkshow, seminar tapi nyatanya fakta di lapangan berbeda.

Pemandangan sebaliknya terjadi di Pom Bensin dimana saja, masyarakat masih belum sadar untuk beralih ke bahan bakar ramah lingkungan yaitu jenis Pertamax dan diatasnya, harga termurah jauh lebih menarik minat masyarakat dibanding dampak lingkungan yang ditimbulkan.

Mobil kategori mewah yang seharusnya mengisi bahan bakar minimal Pertamax ke atas, nyatanya mereka mengisi bahan bakar mobilnya dengan Pertalite, dan pemandangan ini menjadi hal yang biasa buat siapa saja, bahkan petugas Pom bensin pun tak kuasa mencegah atau melarang karena memang belum ada aturan yang melarang dengan tegas mobil jenis tertentu untuk mengisi Pertalite.

Subsidi dan Kompensasi BBM

Dari tahun ke tahun, permasalahan Bahan Bakar Minyak ini selalu menjadi pembahasan yang tidak ada habisnya, mulai dari tarik ulur menaikkan harga BBM, meniadakan bahan bakar Premium hingga tentang kebijakan Subsidi dan kompensasi pemerintah terhadap Bahan Bakar Minyak.

Terakhir di tanggal 9 September 2022, pemerintah sepakat menaikkan harga BBM Pertalite menjadi Rp. 10.000/liter, Solar menjadi Rp. 6.800/liter, dan Pertamax menjadi Rp. 14.500/liter. Dan kenaikan BBM diiringi dengan kebijakan pemerintah untuk tetap mensubsidi bahan bakar Pertalite dan Solar.

Tahukah berapa jumlah subsidi yang sudah dilakukan Pemerintah dalam Bahan Bakar Minyak???

Prof Tri Yuswidjajanto memaparkan nilai fantastis Subsidi BBM Pemerintah

Menurut data dari Prof Tri Yuswidjajanto (Ahli Bahan Bakar dan Pembakaran Kelompok Keahlian Konversi Energi ITB), pemerintah mengeluarkan uang sebesar Rp. 570 Trilyun per tahun untuk subsidi Bahan Bakar Pertalite dan Solar.

Bayangkan Rp. 570 Trilyun itu setara dengan pembangunan Jalan Tol 6300 km, jalan propinsi 142.500 km, sekolah 41.000 buah, Rumah Sakit Tipe A 1200 buah, PLTU 100 MW 285 unit, BLT BBM untuk 32 juta KK selama 10 tahun.

Luar biasa yaah, nominal subsidi yang dikeluarkan Pemerintah hanya untuk BBM.

Sementara yang menikmati BBM kebanyakan pengguna kendaraan Roda Empat atau Mobil yang dianggap kategori masyarakat Mampu yang seharusnya tidak lagi menggunakan Pertalite tetapi Pertamax ke atas.

Untuk mengatasi sementara ketidakadilan penggunaan BBM subsidi, Pemerintah juga memberikan kompensasi Bantuan sosial kebijakan Bantuan Langsung Tunai Pengalihan Subsidi Bahan Bakar Minyak (BLT BBM) kepada 20,65 juta Keluarga penerima manfaat yang masing-masing akan menerima sebesar Rp. 150.000/bulan/KPM, dan ini sudah tersalurkan 2 bulan yaitu September dan Oktober (sumber : https://www.kemenkeu.go.id/informasi-publik/publikasi/berita-utama/Penyaluran-BLT-BBM).

Revisi Perpres No. 191 tahun 2014 yang tak kunjung rampung.

Masih banyaknya Masyarakat yang tidak berhak menggunakan BBM bersubsidi seperti Pertalite, menunjukkan bahwa pengaturan mengenai pembatasan untuk mengendalikan penggunaan BBM bersubsidi agar tepat sasaran harus segera diselesaikan.

Saat ini Pemerintah sedang merevisi Perpres No. 191 Tahun 2014 mengenai Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak agar dapat memuat secara jelas dan tegas tentang pembatasan pembelian BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar.

Rencananya revisi ini ditargetkan akan rampung di bulan Agustus 2022 namun nyatanya hingga saat ini belum ada update mengenai revisi ini. Karena tanpa aturan pembatasan penggunaan BBM subsidi yang jelas, maka Pemerintah tidak bisa mengendalikan over kuota penggunaan BBM bersubsidi dan subsidi BBM pun jadi tidak tepat sasaran dan tidak berkeadilan.

Hal ini menjadi dilema juga buat petugas Pom Bensin, di satu sisi mereka bertugas menyediakan Bahan Bakar Minyak namun di satu sisi mereka tidak bisa mengendalikan penggunaan BBM subsidi agar tepat sasaran karena lemahnya aturan mengenai ini.

Pemandangan mobil mewah mengisi bahan bakar pertalite pun akan menjadi hal yang biasa dan ujung-ujungnya yang menikmati subsidi adalah orang mampu.

Emisi dari Bahan Bakar tidak Ramah Lingkungan menjadi penyumbang terbesar Polusi di DKI Jakarta.

DKI Jakarta menjadi kota dengan Polusi terburuk menurut data yang beredar.

Dan sebagian besar polusi udara itu disebabkan oleh emisi gas buang dari kendaraan bermotor yang masih menggunakan Bahan Bakar tidak ramah lingkungan seperti Pertalite.

Dalam penjelasan perwakilan Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, menunjukkan jumlah pengendara Motor di DKI Jakarta lebih banyak dibandingkan pengguna Mobil.

Menurut data yang tercatat, Pengguna Motor sebanyak 9.076.758 unit hingga periode Oktober 2022, sementara jumlah Mobil mencapai 2.923.407 unit.

Banyaknya pengguna Motor di DKI Jakarta ini, jadi membuat penyebaran polusi udara tersebar merata di pelosok Jakarta karena kendaraan roda 2 atau motor ini bisa menyalip masuk ke jalan kecil perumahan, dan jalan sempit ramai penduduk, hal ini senada dengan yang juga diutarakan oleh Bapak Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian YLKI, itulah yang akhirnya menyebabkan DKI Jakarta menjadi kota dengan Polusi terburuk bahkan di dunia.

Jika diperhatikan udara di Jakarta, seringkali terlihat seperti cuaca mendung gelap seperti mau hujan atau berkabut, namun itu bukanlah karena cuaca mendung tetapi polusi udara jakarta yang menyebabkan langit seperti mendung mau hujan.

Dampak pencemaran udara bisa berakibat tidak baik bagi kesehatan, seperti penyakit asma, Bronchitis, Kanker dan lain-lain.

Banyak nya jumlah kendaraan motor dan juga mobil, harus disiasati dengan pembatasan yang jelas penggunaan BBM bersubsidi dan juga kebijakan pemerintah untuk menarik minat masyarakat menggunakan transportasi publik di Jakarta.

Terkait kebijakan pemerintah menaikkan tarif bahan bakar minyak 9 September lalu, rupanya berdampak positif terhadap kualitas udara di DKI Jakarta.

Menurut ibu Luckmi Purwandari ST. M.Si (Direktur Pencemaran Udara KLHK), berdasarkan hasil dari pengamatan 6 stasiun pengukur kualitas udara yang tersebar di Jakarta, kualitas udara Jakarta mulai membaik, terdapat penurunan jumlah pengguna BBM bersubsidi dan beralih ke BBM yang lebih ramah lingkungan.

Strategi Pemerintah untuk Masyarakat Memanfaatkan Transportasi Publik dan menggunakan BBM Ramah Lingkungan

Kualitas udara Jakarta yang mulai membaik, diikuti dengan adanya migrasi peralihan masyarakat yang tadinya menggunakan kendaraan pribadi menjadi kendaraan umum karena naiknya harga BBM.

Mulai ada kesadaran dari masyarakat untuk beralih ke BBM yang lebih baik karena kualitas nya juga lebih baik.

Sambil menunggu Revisi Perpres No.191 Tahun 2014 rampung, rupanya Pemerintah juga sudah menyiapkan rencana dan program yang juga sedang digodok untuk mengendalikan penggunaan BBM subsidi.

Menurut ibu Luckmi Purwandari (Direktur Pencemaran Udara KLHK), saat ini sedang digodok aturan pemberian insentif berupa keringanan pajak kendaraan bermotor untuk pemilik kendaraan yang hasil uji emisi nya bagus.

Progressnya sedang dirumuskan standar Baku Mutu Emisi untuk kendaraan tahun lama agar bisa ditetapkan standar baku mutu emisinya.

Sementara dari Kepala Dinas Perhubungan, Bapak Dr. Syafrin Liputo, A.T.D., M.T., menjelaskan bahwa dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta, sedang menyiapkan satu sistem informasi yang nantinya menghubungkan dengan Transportasi Publik dan pendataan yang berhak menerima subsidi BBM.

Sehingga jika semua data terintegrasi, akan memudahkan untuk memfilter siapa saja yang berhak menggunakan subsidi BBM melalui data informasi.

Beberapa alasan Positif Memilih Pertamax

Saya pribadi sudah menggunakan Pertamax dari lama, karena memang secara kualitas bahan bakar nya jauh lebih baik.

Banyak faktor yang akhirnya memutuskan saya menggunakan Pertamax dibanding Premium (jaman dahulu) atau Pertalite, yaitu :

1. Menggunakan Pertamax jauh lebih hemat daripada Pertalite. Saya pernah membandingkan menggunakan pertalite dan pertamax di mobil yang sama, ketika menggunakan Pertalite, BBM cepat habis, sementara menggunakan Pertamax, jauh lebih irit BBM nya untuk jarak tempuh yang sama.

2. Kualitas mesin Mobil juga lebih baik jika menggunakan Pertamax. Hal ini terasa sekali bedanya, ketika saya menggunakan Pertalite, suara mesin jadi terdengan lebih kasar, tarikan mesin lemah dan seperti mengelitik. Sementara ketika saya menggunakan Pertamax, suara mesin lebih halus, tarikan kencang dan tidak ada mengelitik dari mesin.

3. Antrian Pertamax di Pom Bensin jauh lebih sepi dan pendek dibanding jalur antrian BBM bersubsidi.

Antrian BBM Non subsidi mendapatkan prioritas sehingga antrian tidak sepanjang BBM Subsidi

Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan saya memilih Pertamax rupanya juga senada dengan yang diutarakan oleh Millenial Influencer dan Selebgram yang juga hadir dalam Diskusi Publik “Pengendalian BBM Bersubsidi Tepat Sasaran di Wilayah DKI Jakarta”, yaitu Henry Chan, Ardhi Irsyad. Memilih BBM dengan kualitas baik dan ramah lingkungan juga menjadi investasi dalam perawatan kendaraan bermotor yang kita punya.

Millenial Selebgram dan Influencer ini dalam keseharian mereka juga sudah membiasakan diri menggunakan BBM ramah lingkungan dan Transportasi Publik. Dan membagikannya juga kepada followers mereka di social media, diharapkan ini juga bisa menginspirasi anak muda untuk mendukung kebijakan pemerintah menggunakan BBM ramah lingkungan atau beralih ke Transportasi Publik.

Menanti Tindak Lanjut dari Diskusi Publik YLKI dan KBR.

Kesimpulan dan Harapan dari Selama 3 jam mengikuti Diskusi Publik yang diselenggarakan KBR dan YLKI “Pengendalian BBM Bersubsidi Tepat Sasaran di Wilayah DKI Jakarta”, diharapkan rencana program yang dibahas tidak berhenti sampai di Diskusi Publik ini saja, tapi ditindaklanjuti dengan action dari semua pemangku kebijakan untuk segera merumuskan peraturan yang menjadi dasar instansi terkait untuk bisa mendistribusikan BBM tepat sasaran.

Ada beberapa point yang dapat saya simpulkan dari Diskusi publik ini :

1. Pemerintah agar segera merampungkan Revisi Perpres No. 191 Tahun 2014, yang mengatur secara jelas pembatasan penggunaan BBM besubsidi.

2. Memberikan Insentif keringanan Pajak bagi pengguna kendaraan bermotor yang hasil uji emisinya bagus.

3. Pemerintah membuat sistem Data Informasi yang terintegrasi dengan Transportasi Publik dan akses penggunaan BBM bersubsidi.

4. Pemerintah pada khususnya Pemrov DKI Jakarta memperbanyak moda transportasi Publik yang bisa menjangkau pelosok wilayah DKI Jakarta agar semakin banyak masyarakat menggunakan Transportasi Publik.

Terlepas dari semua rencana dan program yang sedang digodok oleh pemerintah saat ini, yang berperan paling besar terhadap keberhasilan peraturan dan program yang dibuat pemerintah, adalah Kesadaran diri dari pribadi masing-masing.

Sekarang semua pilihan ada di tangan kita masing-masing, apakah masih ingin menggunakan BBM subsidi dengan konsekuensi mesin mobil atau motor bisa cepat rusak, Polusi di Jakarta memburuk, APBN Indonesia membengkak karena subsidi BBM, atau kah memilih menggunakan BBM ramah lingkungan yang meminimalisir Polusi di Jakarta, mesin mobil lebih terawat, angka APBN untuk subsidi BBM berkurang dan bisa dimanfaatkan untuk fasilitas publik yang bermanfaat.

Jika bukan kita sendiri, Rakyat Indonesia yang peduli lalu siapa lagi ?? Dimulai dari diri kita sendiri dan nantinya akan diikuti sekitar kita.

Seperti kata Profesor Tri Yuswidjajanto, jika kita mampu membeli segelas kopi di Coffee Shop masa kita gak mampu beli BBM non subsidi??

Ubah mindset harga murah dan beralih ke kualitas hidup yang lebih baik.

By admin

Just an Ordinary Moms with 2 Daughter Likes Cooking, Food Photography enthusiast

13 comments

  1. Aku pribadi lebih memilih menggunakan BBM ramah lingkungan yang meminimalisir Polusi , mesin mobil lebih terawat,

  2. Iya betul harus tepat sasaran agar banyak rakyat yg terbantu dan merata. Karna jika kita meratakan kesenjangan akan bisa semakin menyatukan bangsa menjadi lebij baik

  3. Betul banget nih, banyak pengguna BBM yang terbiasa mindset “Murah” mereka tidak perduli kualitas, bahkan tak segan-segan mengambil hak orang yang seharusnya mendapatkan BBM bersubsidi.

  4. Mungkin karena pemahaman yang kurang atas polusi ya. Jadi masih memikirkan harga. Tapi bisa jadi faktor ekonomi juga. Kami sudah pakai pertamax dengan alasan utama mau cepat, antri pertalite selalu panjang. Semoga ada solusi ke depannya.

Leave a Reply to Amy Asriv Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *