Sebentar lagi anak-anak akan bersekolah dengan tatap muka secara normal, gimana Moms persiapannya??
Aku pribadi agak was-was khawatir anak-anak tidak bisa optimal tumbuh kembangnya di masa transisi ini, terutama sosial emosionalnya karena harus beradaptasi dengan perubahan kebiasaan, perubahan lingkungan dari pandemi ke masa transisi, bertemu dengan orang baru selain keluarga di rumah yang biasa dia temui. Karena memang selama pandemi hampir 2 tahun lebih, kedua anakku lebih sering berada di dalam rumah dan lebih banyak berinteraksi bersama keluarga inti saja. Ketika diinfokan dari sekolah anakku jika tahun ajaran baru ini akan kembali masuk normal, anakku yang pertama langsung nyeletuk “yahhh…kok sekolah normal lagi, aku lebih suka sekolah di rumah”, duhhh aku langsung khawatir bagaimana yah jika anakku kesulitan untuk beradaptasi di masa transisi ini.
Beruntungnya aku karena berkesempatan mengikuti webinar yang diadakan oleh Danone Indonesia dalam rangka Hari Keluarga Nasional 2022 yang ditayangkan secara LIVE di chanel Youtube Nutrisi untuk Bangsa tanggal 28 Juni 2022 yang lalu. karena topiknya berkaitan banget dengan kekhawatiran yang aku rasakan ketika anak akan masuk sekolah secara normal di masa transisi ini.
Webinar #BicaraGizi2022 ini mengangkat topik Kiat Keluarga Indonesia Optimalkan Tumbuh Kembang Anak di Masa Transisi. Mengapa topik ini diangkat pada webinar #BicaraGizi2022 karena hampir semua anak selama pandemi ini mengalami hal yang sama, keterbatasan ruang gerak, keterbatasan bertatap muka dengan orang lain, sehingga pertumbuhan dan perkembangan Sosial Emosionalnya jadi tidak optimal. Untuk itulah Danone Indonesia menginisiasi webinar ini sebagai bentuk kepedulian Danone Indonesia terhadap pentingnya pola asuh orang tua kepada anak.
Danone Indonesia sebagai perusahaan multinasional, sudah menerapkan cuti melahirkan selama 6 (enam) bulan untuk karyawatinya yang melahirkan dan 10 (sepuluh) hari untuk karyawan yang istrinya melahirkan agar bisa mendampingi seperti yang juga disampaikan oleh Bapak Arief Mujahidin selaku Director Corporate Communication Danone Indonesia). Dan yang lebih kerennya lagi kebijakan cuti melahirkan ini sudah dijalankan selama 5 tahun lebih lho Moms. Aku pribadi sangat bangga dengan tingginya dukungan Danone terhadap orangtua agar anak bisa tumbuh dengan optimal melalui kebijakan ini.
Pola Asuh Kolaboratif
Selama pandemi kurang lebih 2 tahun ini, yang memaksa kita untuk melakukan semua dari rumah, bekerja dari rumah, sekolah dari rumah, ternyata membuat para orangtua melakukan kolaborasi antara Ayah dan Ibu untuk berbagi peran dalam pengasuhan anak, seperti data yang dirilis BKKBN bahwa selama pandemi Covid-19 sebanyak 71.5% pasangan suami istri telah menerapkan pola asuh Kolaboratif, sebanyak 21.7% istri lebih dominan dan sebanyak 5.8% hanya istri saja.
Hal ini senada dengan yang diterapkan oleh Mom Cici Desri (Founder Joyful Parenting 101) di rumah, dimana ia juga sudah menerapkan pola asuh kolaboratif selama pandemi Covid-19 bersama suaminya. Kunci dari pola asuh kolaboratif menurut Mom Cici Desri adalah berbagi peran, ia dan suami berbagi peran dalam pengasuhan anak, memberikan rasa aman pada anak, memberikan ruang untuk berekspresi dan berekplorasi.
Tidak hanya berkolaborasi dengan suaminya saja, Cici Desri juga berkolaborasi dengan pihak sekolah, guru-guru yang mengajarkan anaknya di sekolah untuk ikut membantu memantau tumbuh kembang anak saat berada di sekolah.
Pola asuh kolaboratif ini menurut saya pribadi adalah yang paling tepat dilakukan saat ini, mengingat issue soal fatherless yang belakangan marak digaungkan karena minimnya peran serta Ayah, suami dalam pengasuhan anak. Banyak sekali kasus-kasus kekerasan pada anak, kasus ibu yang mengalami babyblues atau Stress setelah melahirkan yang seringkali dipicu karena permasalahan rumah tangga dan kurangnya peran serta suami sebagai sosok Ayah yang ikut membantu pengasuhan anak atau membantu mendampingi Ibu dalam pengasuhan anak.
Tumbuh Kembang Anak Disesuaikan dengan Siklus Keluarga itu sendiri
Berbicara mengenai Tumbuh kembang anak, bagaimana bisa mencapai tumbuh kembang anak sesuai milestone bergantung kepada siklus yang ada di keluarga itu sendiri, hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh dr. Irma Ardiana, MAPS (Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak BKKBN, dan dimulai dari kesehatan Biologis remaja. Untuk itu BKKBN memiliki beberapa program persiapan edukasi dari Remaja, Fase program penyiapan kehidupan berkeluarga dimana BKKBN memberikan edukasi bagaimana remaja bisa mempersiapkan kehidupan berkeluarganya nanti.
Karena Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dalam hal pendidikan dan pengasuhan anak, untuk itu BKKBN menganggap penting edukasi terhadap persiapan berkeluarga hingga setelah berkeluarga, dimana BKKBN ada program untuk Balita yaitu 1000 HPK (Hari Pertama Kelahiran).
Pola pengasuhan kolaboratif antara Ayah dan Ibu, menurut dr. Irma dari BKKBN, adalah untuk keluarga yang ideal, namun ada beberapa keluarga yang orangtuanya bekerja sehingga pengasuhan anak diserahkan pada Neneknya atau pengasuh, sehingga dalam situasi seperti ini yang dimaksud Kolaboratif adalah bagaimana ketanggapan orangtua atau wali (Nenek, pengasuh) dalam memenuhi kebutuhan anak, dapat menyesuaikan dengan situasi sosial emosional anak karena anak tidak hidup di jaman kita atau jaman nenek kita, sehingga kita harus menyesuaikan pola pengasuhan dengan anak jaman sekarang.
Pantau Tumbuh Kembang anak kita dengan Kartu Kembang Anak (KKA).
Bagaiman pola asuh kolaboratif bisa berjalan dengan baik di masa transisi ini, tidak lepas dari aspek-aspek penting dalam Tumbuh kembang anak dapat dipantau dalam 7 (tujuh) Aspek yaitu : Gerakan Kasar, Gerakan Halus, Komunikasi Aktif, Komunikasi Pasif, Kecerdasan, Menolong Diri dan Tingkah laku sosial, yang semua aspek tersebut dapat dipantau dari Kartu Kembang Anak (KKA) yang harus dimiliki setiap Ibu, untuk memantau status perkembangan anak usia 0-6 tahun. KKA ini juga tersedia dalam bentuk online sehingga lebih mudah dan praktis dalam penggunaannya.
Dengan adanya KKA ini, segala kekhawatiran kita para orangtua tentang terpenuhinya tumbuh kembang anak sesuai usia bisa diminimalisir karena kita sendiri bisa memantau perkembangan anak lewat Kartu Kembang Anak (KKA). Sehingga pola asuh kolaboratif bisa diterapkan dengan berbagi peran bersama Ibu dan Ayah dalam memantau pertumbuhan dan perkembangan anak melalui KKA.
Mengoptimalkan Perkembangan Sosial Emosional Anak
Ada 3 Faktor yang mempengaruhi perkembangan pada anak, yaitu :
- Faktor Genetik, berperan sekitar 20-30 %
- Nutrisi (menggunakan prinsip Gizi Seimbang, Isi Piringku)
- Lingkungan (Protektif : Imunisasi, Perawatan Kesehatan, Stimulasi dan Pola Asuh)
Perkembangan Sosial Emosional pada anak menurut dr. Barnie Endyarni Medise, sudah ada sejak bayi dilahirkan, ada 3 (tiga) emosional pada bayi yang bisa kita lihat yaitu : Senang, Marah, dan Takut.
Semakin bertambahnya usia si bayi, sudah mulai berinteraksi dengan orangtua, keluarga dan orang lain (lingkungan) disinilah anak mulai belajar mengasah sosial emosionalnya sesuai dengan tahapan usianya.
Perkembangan anak seperti yang sudah dikemukakan oleh dr. Barnie di atas salah satunya yang memegang peranan besar adalah Lingkungan, disinilah orangtua harus memberikan stimulasi kepada anak sesuai dengan tahapan usianya, dan setiap anak berbeda perlakuannya karena tiap anak beda dan stimulasi harus dilakukan secara berulang dengan suasana yang menyenangkan tanpa paksaan.
dr. Barnie juga menjelaskan bahwa apa yang kita makan akan berpengaruh juga kepada otak, kesehatan saluran cerna dan otak ikut mempengaruhi Emosional si Anak.
Orangtua memegang peranan penting dalam pembentukan Sosial Emosional Anak.
Keluarga berperan serta dalam membentuk Sosial dan Emosional Anak, khususnya orangtua, berikut cara yang bisa dilakukan orangtua untuk mengajarkan Anak tentang Sosial Emosional, menurut Dr.dr. Barnie Endyarni :
- Orangtua memberikan contoh kepada anak, karena anak meniru dari apa yang dilakukan orang terdekatnya yaitu orangtua.
- Melibatkan Anak dalam membuat keputusan
- Mengajarkan empati kepada anak sejak dini
- Mendorong anak melakukan hal-hal yang baik
- Mengajarkan anak untuk mengelola emosionalnya
- Berkomunikasi dengan anak tentang perasaaannya dan mendorong anak bisa menjelaskan atau menceritakan perasaan tidak menyenangkan yang dia alami
Dr.dr, Barnie juga menjelaskan bahwa Orangtua bisa melakukan early detection terhadap perkembangan anak yang bisa dipantau melalui buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), karena di dalam buku ini banyak sekali dijelaskan tahapan perkembangan anak sesuai usia, apa yang seharusnya bisa dilakukan anak pada usianya dan apa yang harus dilakukan orangtuanya semua ada di dalam buku KIA ini.
Banyak sekali insight yang aku dapatkan dari webinar #BicaraGizi2022 ini, setelah mendengarkan penjelasan beberapa pakar aku jadi tidak khawatir lagi akan tumbuh kembang anak di masa transisi karena kita sendiri sudah bisa memantau tumbuh kembang anak dan emosionalnya melalui Kartu Kembang Anak (KKA) dan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang sudah pernah didapatkan setiap ibu saat melahirkan anak.
Yuk Moms, semangat berkolaborasi dengan ayah untuk memantau tumbuh kembang anak baik secara fisik, sosial dan emosional agar nantinya anak-anak kita tumbuh menjadi anak dengan masa depan cerah dan memiliki keluarga yang bahagia.
Saat ini sedang ditinjau aturan cuti 6 bulan bagi pekerja wanita yang melahirkan. Danone sudah menerapkan aturan ini lebih dulu. Salut tuk Danone
Peran pola asuh kolaboratif memang penting utk tumbuh kembang anak ya bun
Kereeen….salut banget, acaranya inspiratif dan dikupas tuntas. Sukses selalu tuk Danone. Terimakasih ya Mba Fan..paparannya super lengkap..superb^^
Alhamdulillah saya sudah menerapkan pola asuh kolaboratif beruntung suami saya bekerja dirumah sehingga komunikasi dengan anak2 menjadi lebih sering .